Oleh : Muda M. Banurea
Pada masyarakat pakpak, nama
panggilan tidak selalau menggunakan nama baptis bagi orang kristen atau
nama menurut islam. Nama panggilan sama sekali berbeda dengan yang
tertuang dalam akta kelahiran. Biasanya nama panggilan yang digunakan
adalah sinonim dari nama aslinya misalnya Sempit akan dipanggil Papecet
(Sempit dalam bahasa Pakpak) atau seseorang yang bernama Muda akan
dipanggil Pabibi, (padi yang mulai mengandung buah artinya masih sangat
muda), atau nama yang mirip dengan peristiwa sebelumnya misalnya Noak
(Nuh) akan dipanggil Paparao (Perahu sebagai simbol peristiwa air bah
zaman Nabi Nuh), atau lawan kata seperti Tigor (Lurus) akan dipanggil
Pa bekkuk (Bengkok), atau dari kebiasaan seseorang misalnya orang suka
membawa “tempusen” (gendongan yang terbuat dari kain sarung sebagai
tempat perbekalan, baju dan kebutuhan lain) akan dipanggil Patempus.
Bisa juga karena nama yang sama pernah dipakai orang terdahulu dan
memeilki watak tertentu juga diwariskan kepada pemilik nama generasi
berikutnya. Misalnya pernah ada nama Putaget kepada pemilik nama Viktor,
maka setiap orang yang bernama Viktor akan dipanggil Putaget. Atau
sesorang yang bernama Pasurira yang konon karena ilmu yang dimilkinya
menjadi terlarang untuk mandi sehingga orang yang jarang mandi akan
dijuluki juga dengan nama Pasurira. Sehingga orang sering lupa dengan
nama asli dari seseorang. Jika kita mencari orang dengan menggunakan
nama sebagaimana tertuang dalam akta lahir maka akan tidak dikenal dan
cenderung sulit ditemukan.
Bagi masyarakat Pakpak dari
antara Pitu Guru Pakpak Sendalan ( Tujuh Guru Pakpak (Orang Pintar) yang
selalu berjalan satu rombongan) dipercayai bahwa seseorang diantaranya
bernama Patempus. Karena dia selalu membawa gendongan kemana-mana, dan
pergi merantau ke tanah Karo dan tidak pernah kembali ke Pakpak. Dalam
tempusen Patempus selain terdapat pakaian juga berisi ramuan obat-obatan
bahkan air dan tanah yang dibawa dari tanah leluhurnya. Obat-obatan
tersebut selalu diberikan untuk menyembuhkan penderita sakit tertentu,
yang dijumpainya dalam perjalanan hingga ke karo. Bahkan sesampai di
karo dengan meminum air yang dibawanya dan bersumpah bahwa jika air yang
diminumnya bukan air leluhurnya maka ia akan binasa, dan apabila tanah
yang didudukinya bukan tanah leluhurnya ia juga akan binasa, tetapi
orang yang mendengar sumpah tidak mengetahui bahwa dia sebelumnya telah
mengambil segenggam tanah yang dibawanya dari Pakpak dan meletakkannya
di tanah sebelum ia duduk. Berdasarkan sumpah itulah ia kemudian
bermukim dan memilki hak atas tanah yang didukinya di daerah Karo.
Guru
Patimpus yang dipercaya sebagai pendiri kota Medan. Dan konon Medan
berasal dari kata Mejan (yakni patung gajah yang diukir dari batu bulat
atau di Pakpak disebut Batu sada). Beberapa catatan tentang kota Medan
menyebutkan bahwa Mejan banyak terdapat di Karo. Padahal fakta
menunjukkan bahwa Mejan hanya ada di Pakpak bukan di Karo. Dan benda
purbakala tersebut sangat terkenal dan monumental di daerah Pakpak.
Hampir tiap marga memiliki Mejan baik dalam bentuk patung gajah yang
ditunggangi seseorang, mejan pakalima yang sering dihidupkan dalam
rangka menghalau musuh dalam graha (perang) yang berbentuk kepala
manusia, bahkan jika akan terjadi sesuatu apakah kedatangan musuh,
bencana alam, atau bencana lainnya ia akan mwengeluarkan suara sebagai
aba-aba, mejan perabuun berbentuk rumah, sebagai tempat abu jenazah. hal
ini berlaku karena masyarakat umumnya menganut hindu dan mayat selalu
dibakar. Itulah sebabnya tidak ditemukan pekuburan tua di Pakpak, dan
mejan lainnya. Jika hal itu benar maka akan menimbulkan pertanyaan
dimana Guru Patimpus pernah melihat Mejan, dan bagaimana pula nama itu
muncul dari pikirannya, jika di tempat asalnya benda tersebut tidak
populer. Penyebutan nama kota tersebut tentu tidak serta merta muncul
begitu saja tanpa satu memori yang kuat dalam pikirannya. Memori itu
akan tertanam tentu oleh karena pengalaman melihat, mendengar dan
menjamah yang dalam tempo cukup lama dan tidak sepintas. Pengalaman itu
tentu diyakini ada pada Guru Patimpus.
Guru Pakpak Pitu Sendalan
Beberapa
fakta tersebut bagi orang Pakpak menduga bahwa Guru Patimpus adalah
Patempus yang pernah bertempat tinggal di Karo dan kemudian berkelana
melanjutkan perjalanan hingga ke tanah Deli. Disana ia mengadu ilmu yang
dimilikinya dengan orang pintar tanah deli dan karena keunggulannya ia
kemudian terkenal dan menjadi tokoh besar di tanah Deli. Dalam
perjalanan hingga tiba diwilayah itu ia tetap membawa “tempusennya”.
Disini ia dapat bermukim dan dihormati karena berbagai keahlian yang
dimilikinya khususnya dalam pengobatan tradisionil. Meskipun sebenarnya
Guru Pakpak Pitu Sendalam sangat tidak dikenal di daerah asalnya, di
tanah Pakpak. Di pakpak mereka mungkin hanya menimba ilmu semasa kecil
hingga dewasa, sedangkan aplikasinya dipertunjukkan didaerah rantau.
Artinya orang Pakpak sendiri kurang mengenal dan memahami keahliannya.
Inilah yang menjadi penyebab mereka kurang dikenal di Pakpak. Tetapi
dalam legenda daerah rantaunya mereka sangat dikenal dan ditakuti. Di
daerah Karo misalnya nama tersebut cukup akrab ditelinga masyarakatnya.
Ketujuh Guru tersebut pada akhirnya menyebar bahkan dipercaya ada yang
hingga ketanah melayu, Malaysia. Bagi Pakpak ketujuh guru adalah
misteri, dan hingga kini masih dalam pencarian siapa mereka sebenarnya
dan keturunan marga apa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar